Shock Culture dan Kekerasan Seksual Pada Anak
Ibu Pertiwi kembali bersusah
hati. Sumber daya alam yang mulai memprihatinkan dan sumber daya manusia ikut menambah
laranya rintihan dan doa dari Ibu Pertiwi. Diperparah dengan kondisi tumbuh kembangnya
anak Indonesia yang menambah luka mendalam untuk kehidupan berbangsa dan
bernegara. Yang menjadi masalah di sini bukanlah tentang kondisi tumbuh kembang
secara biologis, tetapi pada kondisi psikologis anak yang sedikit banyak akan
mempengaruhi garis haluan bangsa ini di masa yang akan datang.
Keresahan Ibu Pertiwi tentang
kondisi psikologis anak Indonesia dilatarbelakangi oleh meningkatnya jumlah
anak yang bermasalah dengan hukum dan juga meningkatnya jumlah anak yang
menjadi korban kejahatan. Timbul pertanyaan besar apakah benar ada masalah pada
anak Indonesia dan apa yang sebenarnya dipikirkan generasi penerus bangsa
sekarang ini. Apakah orang tua di Indonesia sudah mendidik anaknya dan sudah
siap diminta pertanggungjawabannya nanti di hari akhir kelak. Salah satu
permasalahan mendesak yang perlu diselesaikan adalah kejahatan dan kekerasan
seksual terhadap anak.
Pada tahun 2014 diprediksi
terjadi 1380 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Anak sudah menjadi korban kekerasan
seksual seperti hubungan seksual, incest,
perkosaan, dan sodomi. Kasus Sodomi yang dilakukan oleh Siswa SMP berinisial F
(15th) dari Garut yang melakukan tindak sodomi kepada murid kelas 1-6 SD, kemudian
kasus pemerkosaan dan pembunuhan oleh 14 orang yang terjadi pada Almarhumah Yy
(14th), dan masih banyak kasus lain yang tidak terlaporkan. Selanjutnya
eksploitasi seksual dalam prostitusi atau pornografi yang melibatkan anak
sebagai media. Pada tahun 2014, masyarakat melaporkan sebanyak 40% prostitusi
online anak dan 15% eksploitasi seks komersial anak ke Komisi Perlindungan Anak
Indonesia. Masih banyak fenomena kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak
tetapi belum terungkap dan terlapor. Banyak anak Indonesia mendapat perlakuan
yang tidak senonoh seperti stimulasi seksual, perabaan, memperlihatkan kemaluan
kepada anak untuk tujuan kepuasan seksual, memaksa anak untuk memegang kemaluan
orang lain dan memaksa anak untuk melihat kegiatan seksual. Pelaku kejahatan
luar biasa ini tidak jarang dilakukan oleh orang tua, keluarga dekat maupun
kelompok anak-anak itu sendiri.
Laporan dari Komisi Perlindungan
Anak Indonesia menjelaskan bahwa 43% pelaku kekerasan seksual pada anak adalah
kelompok anak itu sendiri. Berdasarkan data dari KPAI juga menjelaskan bahwa
97% remaja SMP dan SMU pernah menonton video porno dan Pada tahun 2013
diketahui bahwa 95% siswa kelas 4-6 SD di Jakarta pernah melihat konten
pornografi. Sudah banyak hasil penelitian yang menjelaskan bahwa anak yang sudah
terpapar dengan konten pornografi akan cenderung terdorong untuk melakukan
tindakan seksual. Selain video porno, banyak kasus juga yang ditemukan
penyebabnya adalah minuman keras yang dikonsumsi pada remaja.
Selanjutnya, kecenderungan pelaku
kekerasan seksual selain kelompok anak sendiri adalah pacar, teman dekat, atau
orang dekat korban. Tidak hanya itu, tetapi kerap ditemukan juga pelaku yang
berstatus sebagai ayah kandung korban, ayah tiri korban, paman korban, sepupu
korban, kakek korban, atau orang lain yang masih berstatus keluarga. Sudah
pernah terdengar berita tentang ayah kandung menghamili anak perempuannya, ayah
kandung memperkosa anak perempuannya yang masih remaja dan oknum guru
melecehkan muridnya di sekolah.
Perubahan sistem di dunia membuat
negeri ini sedang dilanda shock culture . Perubahan
ini membuat dunia yang sejatinya berjarak dan berwaktu menjadi sebaliknya.
Perubahan sistem ini mempengaruhi pola pikir yang konvensional menjadi modern. Perubahan
pola pikir ini menyebabkan shock culture
yang sangat luar biasa mempengaruhi alam bawah sadar manusia. Salah satu
dampaknya adalah perilaku orang tua dalam mendidik anaknya. Banyak orang tua
belum siap menghadapi kecanggihan teknologi informasi dan perubahan gaya hidup
pada anak. Banyak orang tua belum mampu mendidik anaknya untuk mengelola
batas-batas kewajaran dalam memanfaatkan internet dan televisi. Selain itu para
orang tua juga bingung untuk mencari contoh/figur yang mampu mendidik anak
dengan baik sehingga anak-anak akan mencari figurnya sendiri untuk dicontoh dan
celakanya kalau figur yang dicontoh tidak memberikan dampak positif terhadap perkembangan
psikologis dan perilaku anak itu
sendiri.
Anak-anak adalah fase
perkembangan manusia yang sangat baik dalam hal meniru lingkungan sekitarnya.
Hal yang dilihat anak-anak akan mempengaruhi alam bawah sadarnya dan kemudian
dalam rentang waktu tertentu akan membentuk karakter/sikap anak itu sendiri.
Perlu perhatian lebih untuk para orang tua adalah untuk tetap mengontrol apa
yang menjadi tontonan anak-anak karena di zaman sekarang tontonan televisi juga
sangat signifikan menentukan sikap anak. Cara sederhana untuk melihat pengaruh
tontonan televisi sudah mempengaruhi sikap anak dari cara berbicaranya. Jika
cara cara berbicaranya sudah sangat mendekati cara bicara orang yang
ditontonnya, berarti proses meniru/mengimitasi sudah berhasil memasuki dunia
bawah sadar anak. Sehingga pilihlah tontonan yang memberikan tuntunan untuk
anak tidak hanya di televisi tetapi juga pada lingkungan sosial anak tersebut.
Dulu anak-anak bermain pada
lingkungan sosial yang nyata sebagai contoh sederhananya adalah siapa teman
bermainnya dan dimana rumahnya sehingga orang tuapun tahu dengan siapa anak
bermain. Akan tetapi di zaman sekarang ini, anak bermain pada lingkungan yang
semu di mana batasan teman main menjadi tidak jelas. Anak dapat
berdiskusi/ngobrol santai dengan temannya yang baru kenal di media sosial. Banyak
kasus pelecehan seksual yang terjadi dengan berawal dari obrolan ringan di
media sosial untuk bertemu dan akhirnya terjadi kasus pemerkosaan. Tidak hanya
kasus pemerkosaan, anak juga dapat mengakses berbagai macam konten video porno
dari aktivitas di media sosial tersebut.
Banyak kasus yang terjadi karena
pengawasan orang tua yang lemah terkait aktivitas anaknya dalam memanfaatkan
media sosial. Orang tua cenderung sibuk dengan aktivitas kantornya yang
menguras waktu sehingga waktu untuk anak menjadi kurang, orang tua cenderung
menghardik anaknya saat diminta untuk menjelaskan pendidikan kesehatan
reproduksi sehingga anak malu untuk bertanya. Karena hal tersebut membuat anak
cenderung untuk mencari sumber informasi lain seperti teman dan internet. Jika
anak memiliki kontrol diri yang baik akan memanfaatkan sumber informasi dengan
benar tetapi jika kontrol diri kurang serta lingkungan teman sebaya juga
cenderung mengajak pada pemanfaatan akses internet yang salah juga berdampak
pada kesalahan dalam berfikir dan menilai tujuan yang dimaksud. Benar bahwa
lingkungan akan mempengaruhi seseorang anak dalam berfikir dan bertindak.
Pemerintah juga memiliki tanggung
jawab yang besar dalam menciptakan kondisi yang aman dan nyaman pada anak.
Kebijakan-kebijakan yang dibuat juga semestinya diarahkan untuk melindungi anak
dari segala jenis kejahatan yang menjadikan anak sebagai korban dan anak
sebagai pelaku. Pemerintah daerah wajib memiliki pemahaman mendasar bahwa anak
sebagai aset bangsa yang harusnya mendapatkan perhatian lebih dibidang
pendidikan, kesehatan, dan spiritual. Pemenuhan Kota Layak Anak sebagai
komitmen pemerintah daerah dalam pemenuhan hak anak untuk dapat hidup aman,
sehat dan cerdas menunjukkan bahwa pemerintah tidak setengah hati dalam
menyelesaikan permasalahan ini. Komitmen Bupati dan Walikota untuk mewujudkan Kota
Layak Anak menunjukkan bahwa Pemerintah sudah serius untuk menyelesaikan
permasalahan bangsa ini tetapi sebuah evaluasi yang diperlukan adalah jumlah
kabupaten/kota yang mendapatkan penghargaan kota layak anak meningkat tetapi
kenapa kecenderungan kasus kejahatan seksual juga ikut meningkat. Semoga ada
perbaikan yang komprehensif dalam meningkatkan perbaikan kota layak anak di
Indonesia dengan melihat variabel shock culture sebagai bahan masukan untuk perbaikan kebijakan.
Sebagai orang tua atau calon
orang tua, mulailah untuk menjadikan anak sebagai mitra hidup orang tua dan
titipan Allah SWT yang akan diminta pertanggung jawabannya. Mendidik anak bukan
sekedar memberikan akses pendidikan dan kesehatan yang terbaik untuk anak
tetapi memberikan perhatian terbaik untuk perkembangan psikiologis anak. Anak
tidak hanya dibesarkan secara fisik saja tetapi juga dibesarkan secara sosial,
mental dan spritual yang sehat pula. Memberikan contoh yang baik kepada anak
akan melatih anak untuk meniru apa yang ada pada orang tuanya. Menempatkan anak
pada dunia kriminal menunjukkan bahwa ada yang salah dengan pola pendidikan
yang diberikan sehingga apa yang ditanam akan sama pula dengan apa yang akan
disemai. Budaya boleh berubah tetapi
mendidik anak tidak boleh berulah.
Komentar
Posting Komentar