Mengukur Pembangunan Sumber Daya Manusia Kota Lubuk Linggau
Pembangunan
sumber daya manusia menjadi isu penting dalam mengukur kinerja pemerintah
daerah. Perhatian pada pembangunan sumber daya manusia semestinya fokus pada
pola penyusunan kebijakan dan program yang berorientasi pada masyarakat.
Masyarakat dapat menentukan sendiri apa yang menjadi prioritas kebutuhannya dan
mendapat manfaat langsung dari apa yang dibutuhkannya dengan bimbingan dan
arahan dari pemerintah maupun dari masyarakat itu sendiri. Disinilah salah satu
tolak ukur kesuksesan pembangunan sumber daya manusia dimana masyarakat
berperan sebagai subjek/pelaku dan objek/sasaran dari kebijakan yang dibuat.
Sederhananya adalah masyarakat tidak
hanya sebagai sasaran tapi juga dapat berperan aktif dalam peningkatan
pembangunan sumber daya manusia.
Kinerja
pemerintah dalam bidang pembangunan manusia dapat diukur dari Indeks
Pembangunan Manusia (Human Development
Index) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik dan Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai data pendukung
penyusunan kebijakan. Indeks pembangunan manusia yang dikeluarkan oleh lembaga
resmi pemerintah dapat mengukur sejauh mana kinerja peran pemerintah daerah
khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Pemerintah daerah
memiliki kewenangan penuh untuk mengatur hal tersebut sebagaimana diatur oleh
Undang-Undang Otonomi Daerah.
Indeks
pembangunan manusia diukur berdasarkan tiga point yaitu indikator kesehatan
dengan mengukur angka harapan hidup, indikator pendidikan dengan mengukur harapan
lama bersekolah dan rata-rata lama sekolah dan indikator ekonomi dengan
mengukur pengeluaran masyarakat. Indeks
pembangunan manusia di Kota Lubuk Linggau merangkak naik dari tahun 2010-2015
tetapi jika dibandingkan dengan Kota Prabumulih, Indeks Pembangunan Manusia
Kota Lubuk Linggau lebih rendah. Secara umum, Indeks Pembangunan Manusia Kota
Prabumulih (69,39) dibawah angka Kota Lubuk Linggau (70,72) pada tahun 2010 tetapi
pada tahun 2015 Indeks Pembangunan Manusia Kota Prabumulih (73,19) diatas Kota
Lubuk Linggau (73,17).
Pencapaian
kinerja pembangunan manusia Pemerintah Kota Lubuk Linggau di bidang kesehatan
dapat dilihat dari angka harapan hidup
masyarakat. Angka harapan hidup di Kota Lubuk Linggau dari tahun 2010 sebesar
68,45 tahun menjadi 68,59 tahun. Angka harapan hidup di Kota Lubuk Linggau
lebih rendah dibanding dengan angka harapan hidup rata-rata di Provinsi
Sumatera Selatan (69,14 tahun). Angka harapan hidup ditentukan oleh pencapaian
di indeks pembangunan kesehatan masyarakat. Selanjutnya kinerja pemerintah kota
bidang kesehatan dapat dilihat dari indikator pembangunan kesehatan masyarakat
di Kota Lubuk Linggau. Pada tahun 2007, Kota Lubuk Linggau adalah kota dengan
nilai tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan dan Peringkat 51 dari 416
Kabupaten/Kota se Indonesia. Perubahan yang cukup signifikan terjadi pada
indeks pembangunan kesehatan masyarakat pada tahun 2013. Pada tahun 2013
terjadi peningkatan indeks dari 0,6238 ke 0,7073. Jika dibandingkan dengan Kota
lain di Provinsi Sumatera Selatan, Kota Lubuk Linggau berada pada peringkat 6
di tahun 2013.
Pencapaian
kinerja pembangunan manusia Pemerintah Kota Lubuk Linggau di bidang pendidikan
dapat dilihat dari angka harapan lama bersekolah
dan rata-rata lama sekolah. Angka harapan lama bersekolah warga Kota Lubuk
Linggau pada tahun 2015 sebesar 13,28 tahun dan rata-rata lama sekolah sebesar 9,47
tahun serta angka melek huruf sebesar 98,55%. Keinginan masyarakat untuk dapat
memiliki ijazah strata 1 sangat tinggi tetapi harapan masyarakat tidak sesuai
dengan kondisi kenyataan yang terjadi. Masyarakat hanya mampu bersekolah sampai
tamat Sekolah Menengah Pertama padahal program sekolah gratis yang sudah
dijalankan memberikan kesempatan sampai lulus sekolah menengah atas dengan
gratis. Hal ini juga menunjukkan bahwa hampir seluruh warga Lubuk Linggau dapat
membaca dan menulis dikarenakan kemampuan lulusan Sekolah Menengah Pertama
sudah pasti bisa membaca sehingga indikator keberhasilan angka melek huruf yang
tinggi ini tidak mewakili kinerja Pemerintah Kota dibidang pendidikan.
Pembangunan
manusia bidang ekonomi dapat diukur dari tingkat pengeluaran seseorang yang
dilihat dari biaya pengeluaran seseorang untuk membeli komoditas makanan dan
nonmakanan untuk menunjang standar hidup layak seseorang. Pada tahun 2015, tingkat
pengeluaran per kapita di Kota Lubuk Linggau tertinggi kedua sebesar Rp 12331.47
setelah Kota Palembang sebesar Rp 13784.85. Hal ini menunjukkan bahwa
keterjangkauan, ketersediaan dan kemampuan daya beli terhadap barang konsumsi
dan nonkonsumsi cukup baik. Serta mengindikasikan bahwa ada beberapa hal yang
sedang terjadi di Kota Lubuk Linggau seperti pendapatan per kapita yang tinggi karena
investasi perusahaan/industry dibidang perdagangan, jasa, dan perkebunan serta
akses transportasi sebagai kota transit/persinggahan yang membuat angka
pengangguran berkurang atau memang karena adanya pergeseran pola perilaku yang
konsumtif akibat pengaruh dari globalisasi informasi dan internet yang sangat
dominan.
Ketiga
indikator ini adalah indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya
membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk) serta alat yang
digunakan untuk penentuan dana alokasi umum dari Pusat ke Daerah (Provinsi
maupun Kabupaten/Kota) dan dari Provinsi ke Kabupaten/Kota. Selain itu indikator
ini juga dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan program pembangunan manusia di
kabupaten/kota, bahan advokasi Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, baik
Provinsi maupun Kabupaten/Kota, agar melakukan prioritas program kesehatan dan
pendidikan beserta sumber dayanya.
Isu
pembangunan manusia di Kota Lubuk Linggau menjadi penting terutama bidang
pendidikan dan kesehatan yang seharusnya mendapat porsi perhatian yang lebih
pada keberlangsungan/keberlanjutan kebijakan/program tersebut. Semestinya
program yang dibuat bukan hanya sekedar kampanye atau pemasangan billboard
untuk gemar makan ikan, ambulance jemput bola, bis sekolah, hukum adat, car
free day, gemar membaca, jalan santai, pemecahan rekor dan tabligh akbar yang tidak
menyentuh pada substansi permasalahan pembangunan manusia yang sebenarnya. Program
yang dibuat hanya bersifat temporer yang tidak memiliki dampak yang signifikan
terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia di Kota Lubuk Linggau.
Efisiensi anggaran Rp 500 milyar semestinya menjadi pemicu untuk memperkuat
level koordinasi dan integrasi program yang ada secara lintas program dan
lintas sektor dan bukan alasan untuk membatasi ruang gerak program pengembangan
manusia.
Banyaknya
masalah kriminalitas seperti pembegalan/nodong, rampok dengan senjata api, dan pencurian
akibat tingginya kesenjangan ekonomi yang dihadapi masyarakat. Pendekatan hukum
adat dapat membantu untuk proses penegakkan hukum tapi tidak mampu membangun penegakkan
hukum sosial dan tingkat kesadaran masyarakat akibat dari perubahan pola
perilaku yang berorientasi pada penghukuman bukan pembelajaran. Penyuluhan
narkoba, HIV-AIDS, kehamilan tidak diinginkan tidak cukup dilakukan dengan
kampanye ke sekolah-sekolah karena siswa sudah dapat mengakses di Internet dengan
mudah. Guru mereka yang bertemu tiap hari saja belum tentu mereka dengarkan
apalagi oknum orang luar yang datang dengan mendidik rasa menghardik.
Ini
adalah pandangan warga yang berKTP Kota Lubuk Linggau tanpa ada unsur politik. Pembangunan kualitas
sumber daya manusia menjadi isu penting di Kota Lubuk Linggau karena data BPS
menunjukkan bahwa pembangunan kualitas pendidikan dan kesehatan seharusnya
mendapatkan tempat prioritas yang semestinya dirasakan oleh masyarakat dan
dapat diukur asas kebermanfaatannya kepada masyarakat. Pandangan ini hanya
mengukur capaian program yang telah dikerjakan serta implementasi program yang
ada untuk diukur dikemudian hari.
Komentar
Posting Komentar